BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada wanita rongga perut langsung berhubungan dengan dunia
luar dengan perantaraan traktus genetalis. Radang alat kandungan mungkin lebih
sering terjadi di negara tropis karena organ kewanitaan menjadi mudah sekali lembab karena udara yang panas
sehingga menyebabkan sering berkeringat sedangkan personal hygiene masih kurang
terjaga, infeksi veneris belum terkendali, serta perawatan persalinan dan abortus yang belum memenuhi syarat-syarat.
Tetapi dengan adanya antibiotika pada umumnya infeksi alat
kandungan berkurang. Infeksi
alat kandungan dapat menentukan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan
mengganggu kehidupan sex.
Pembagian infeksi ada 2 macam, dan pada kasus yang di alami Ny. “M” termasuk
infeksi tinggi. Pada infeksi tinggi, tuba yang terkena dan infeksi tuba dapat
merambat ke ovarium dan peritoneum pelvis. Bila tidak segera ditangani maka dapat berakibat fatal bagi setiap
penderitanya karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi bahkan kematian.
Untuk itu penulis
tertarik untuk mengambil kasus tentang tuba ovarial abses pada Ny. “M”, dengan
harapan melalui pemberian asuhan kebidanan ini pasien dapat menjadi lebih baik
dan tidak terjadi komplikasi.
B.
Tujuan
- Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan
kebidanan pada klien dengan Tuba Ovarial Abces.
- Tujuan Khusus
· Mahasiswa
dapat mengkaji dan mengumpulkan data.
· Mahasiswa
dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah.
· Mahasiswa
dapat mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial.
· Mahasiswa
dapat mengidentifikasi kebutuhan segera.
· Mahasiswa
dapat merencanakan asuhan kebidanan.
·
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan
yang telah di rencanakan.
·
Mahasiswa dapat mengevaluasi tindakan yang telah
diberikan.
C.
Metode
Penulisan
Menggunakan metode tinjauan kasus.
a.
Wawancara / anamnese
Komunikasi langsung yang bertujuan mencari
informasi guna melengkapi data pasien dengan cara berkomunikasi dengan keluarga pasien untuk memperoleh data yang akurat.
b.
Observasi
Dengan cara mengamati perilaku dan keadaan
pasien untuk memperoleh data tentang pasien.
c.
Studi Dokumentasi
Mempelajari dan melengkapi data dengan
jalan melihat catatan dan status
pasien.
d.
Studi Pustaka
Dari buku-buku penunjang.
D.
Sistematika
Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Tujuan
C.
Ruang Lingkup
D.
Sistematika Penulisan
E.
Metode Penulisan
BAB
II TINJAUAN TEORI
A.
Konsep Dasar Tuba Ovarii Abses
B.
Konsep
Dasar Post Laparotomy
C.
Konsep
Dasar Hidronefrosa
D.
Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan
BAB
III TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian Data
B.
Identifikasi Diagnosa dan Masalah
C.
Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
D.
Identifikasi Kebutuhan Segera
E.
Intervensi
F.
Implementasi
G.
Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR TUBA OVARII ABSES
- Pengertian
a.
Tuba adalah saluran (kamus kedokteran).
Tuba uterina / fallopii adalah saluran
telur, berjalan disebelah kiri dan sebelah kanan sebuah dari sudut uterus ke
samping, di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis.
(Anatomi Fisiologi, 2002: 264)
b.
Ovarial adalah indung telur.
Ovarial / ovarium adalah alat kelamin
wanita yang berbentuk biji kenali, terletak di kanan dan kiri uterus di bawah
tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri.
(Anatomi Fisiologi, 2002:264)
c.
Abces adalah rongga yang terjadi karena
kerusakan jaringan / bengkak.
Tuba ovarial abces adalah pembekakan pada
tuba ovarium yang disebabkan oleh infeksi.
- Etiologi
Paling sering disebabkan oleh gonococcus,
disamping itu oleh staphylococcus
dan streptococcus dan
bacteri.
Infeksi
dapat terjadi sebagai berikut :
·
Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari
ovarium yang meradang.
·
Naik dari cavum uteri.
- Batasan
Abses Tubo Ovarial (ATO) adalah radang bernanah
yang terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii pada satu sisi atau kedua sisi
adneksa
- Gejala-gejala
·
Demam tinggi dengan menggigil.
·
Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah
terutama kalau ditekan.
·
Mual dan muntah, jadi ada gejala abdomen akut karena
terjadi perangsang peritoneum.
·
Kadang-kadang ada tanesmi adalah anum karena
proses dekat rektum dan sigmoid.
·
Toucher :
-
Nyeri kalau portio digoyangkan.
-
Nyeri kiri dan kanan dari uterus.
-
Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba
yang sehat tak teraba.
-
Nyeri pada ovarium karena meradang.
- Patofisiologi/Etiologi
Dengan adanya penyebaran bakteri dari
vagina ke tuerus lalu ke tuba dan atau parametrium, terjadilah salpingitis
dengan atau tanpa ooforitis, keadaan ini bisa terjadi pada pasca abortus, pasca
persalinan atau setelah tindakan genekologik sebelumnya.
Mekanisme
pembentukan ATO yang pasti sukar ditentukan, tergantung sampai dimana
keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada permulaan proses penyakit, lumen
tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulent dari febriae dan
menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis
mengalami keradangan, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk infeksi. Abses
masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas
mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang lain
seperti usus besar, buli-buli atau adneksa yang lain.
Proses
peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan, keadaan ini
biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin terhadap organ
terdekatnya. Apabila prosesnya menhebat dapat terjadi pecahnya abses.
- Gejala klinis
Bervariasi bisa tanpa keluhan bisa tampak
sakit, dari ringan sampai berat disertai suhu badan naik, bisa akut abdomen
sampai syok septic. Nyeri panggul dan perut bawah disertai pula nyeri tekan,
febris (60-80 % kasus), takhirkardi, mual dan muntah, bisa pula terjadi ileus.
Adanya masa pada perut bawah dan aneksa lebih memastikan suatu ATO.
- Pemeriksaan dan diagnosa
a)
Berdasarkan gejala klinis dan anamnesis pernah
infeksi daerah panggul dengan umur antara 30-40 tahun, dimana 25-50 % nya
adalah nulipara
b)
Pemeriksaan laboratorium, lekositosis (60-80 %
dari kasus), peningkatan Leo
c)
Foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda
ileus, dan atau curiga adanya masa di adneksa
d)
Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan
adanya ATO atau adanya masa di adneksa
melihat ada tidaknya pembentukan kantung-kantung pus, dapat untuk evaluasi
kemajuan terapi.
e)
Pinki Douglas dilakukan bila pada VT : Cavum Douglas
teraba menonjol. Pada ATO yang utuh, mungkin didapatkan cairan akibat reaksi
jaringan. Pada ATO yang pecah atau pada abses yang mengisi cavum Douglas,
didapat pus pada lebih 70 % kasus
- Diagnosis banding
a)
ATO utuh dan belum memberikan keluhan
-
Kistoma ovarii, tumor ovarii
-
Kehamilan ektopik yang utuh
-
Abses peri, apendikuler
-
Mioma uteri
-
Hidrosalping
b)
ATO utuh dengan keluhan :
-
Perforasi apendik
-
Perforasi divertikel / abses divertikel
-
Perforasi ulkus peptikum
-
Kelainan sistematis yang memberi ditres akut
abdominal
-
Kista ovarii terinfeksi atau terpuntir
- Komplikasi
a)
ATO yang utuh :
Pecah sampai sepsis reinfeksi dikemudian
hari, ileus, infertilitas, kehamian ektopik
b)
ATO yang pecah
Syok sepsis,
abses intra abdominal, abses sub kronik, abses paru / otak
- Penatalaksanaan
a.
Curiga ATO utuh tanpa gejala
-
Antibotika dengan masih dipertimbangkan
pemakaian golongan : doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau
ampisilin 4 x 500 mg / hari, selama 1 minggu.
-
Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam
14 hari atau mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut
dengan kemungkinan untuk laparatomi
b.
ATO utuh dengan gejala :
-
Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi
fowler”, observasi ketat tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen,
jika perlu pasang infuse P2
-
Antibiotika massif (bila mungkin gol beta
lactar) minimal 48-72 jam
Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari,
IV 5-7 hari dan gentamisin 5 mg / kg BB / hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari
selama 5-7 hari dan metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau kloramfinekol 50
mg / kb BB / hari, IV selama 5 hari metronidzal atau sefaloosporin generasi III
2-3 x /1 gr / sehari dan metronidazol 2 x1 gr selama 5-7 hari
-
Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi
-
Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO
unilateral, atau pengangkatan seluruh organ genetalia interna
c.
ATO yang pecah, merupakan kasus darurat :
dilakukan laporatomi pasang drain kultur nanah
-
Setelah dilakukan laparatomi, diberikan
sefalosporin generasi III dan metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu)
- Prognosis
a.
ATO yang utuh
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan
pengobatan medidinaslis tidak ada perbaikan keluhan dan gejalanya maupun
pengecilan tumornya lebih baik dikerjakan laparatomi jangan ditunggu abses
menjadi pecah yang mungkin perlu tindakan lebih luas. Kemampuan fertilitas jelas menurun
kemungkinan reinfeksi harus diperhitungan apabila terapi pembedahan tak
dikerjakan
b.
ATO yang pecah
Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan
dini dan tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya.
B.
KONSEP POST OP LAPARATOMI
Ø LAPARATOMI
1. Pengertian
Pembedahan perut sampai membuka selaput
perut.
Ada 4 cara, yaitu;
a. Midline
incision
b. Paramedian,
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
c. Transverse
upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy.
d. Transverse
lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas
anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
2. Indikasi
a. Trauma
abdomen (tumpul atau tajam)
b. Peritonitis
c. Perdarahan
saluran pencernaan.
d. Sumbatan
pada usus halus dan usus besar.
e. Masa
pada abdomen
3. Komplikasi
a. Ventilasi
paru tidak adekuat
b. Gangguan
kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
c. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
d.
Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
4. Latihan-latihan
fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot
kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat
tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.
Ø POST OP ATAU POST OPERATIF LAPARATOMI
1. Pengertian
Merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi)
dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post
operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan
berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan
perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang di berikan kepada klien yang telah menjalani operasi pembedahan
abdomen.
Tujuan perawatan post laparatomi, antara lain:
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi klien semaksimal
mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri klien.
e. Mempersiapkan klien pulang.
2. Komplikasi
a) Syok
Digambarkan
sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan
untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis
:
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b) Hemorrhagi
a. H. Primer
Terjadi pada waktu
pembedahan
b. H. Intermediari
Beberapa jam
setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya
melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak
terikat.
c. H. Sekunder
Beberapa waktu
setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan
baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi klinis
hemorrhagi : gelisah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat,
nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah.
c) Gangguan perfusi jaringan sehubungan
dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis
postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
d) Buruknya integriats kulit sehubungan
dengan luka infeksi.
Infeksi luka
sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering
menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, mikroorganisme gram positif.
Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor penyebab dehisensi atau
eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan
yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a) Syok
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien
senyaman mungkin dan dengan menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak
panas (mencegah vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk
memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
Pengobatan :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak
sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan
tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen
melalui intubasi atau nasal kanul jika diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid
(ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah, albumin, plasma atau pengganti
plasma)
f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan
efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
b) Hemorrhagi
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi
pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai
indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada
luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi Vital Signs.
c) Gangguan perfusi jaringan sehubungan
dengan tromboplebitis.
Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif dini.
d) Buruknya integriats kulit sehubungan
dengan luka infeksi.
Tindakan
pengendalian :
a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan
nafas efektis serta sering mengubah posisi
b. Penggunaan peralatan steril
c. Antibiotik dan antimikroba
d. Mempraktikkan teknik aseptik
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
f. Pencegahan kerusakan kulit
g. Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage
abnormal
h. Pantau adanya perdarahan
i. Perawatan insisi dan balutan
j. Penggantian selang intravena dan alat
invasif lainnya sesuai program.
4. Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein
dan vitamin c.
b. Menghindari obat-obat anti radang seperti
steroid.
c. Pencegahan infeksi.
d. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian
fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk
efektf, latihan mobilisasi dini.
e. Mempertahankan konsep diri.
Gangguan konsep
diri : body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya
perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan
pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi
tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah
operasi.
KONSEP HIDRONEFROSIS
1.
Pengertian
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calyces, serta atrofi progresif dan pembesaran kistik ginjal, dapat juga disertai pelebaran ureter (hidroureter).
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818).
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calyces, serta atrofi progresif dan pembesaran kistik ginjal, dapat juga disertai pelebaran ureter (hidroureter).
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818).
2.
Etiologi
·
Adanya akumulasi
urin di piala ginjal, akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada
saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami
kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap
(hipertrofi kompensatori) akhirnya fungsi renal terganggu.
· Obstruksi pada fruktus urinarius
· Obstruksi parsial atau intermitten disebabkan batu
renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya
· Obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat
pembesaran prostat
3.
Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442).
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442).
4.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi untuk menangani infeksi dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
Untuk mengurangi obstruksi, urine harus dialihkan melalui refrostomi atau tipe diversi. Infeksi ditangani dengan agen antimikroloid karena sisa urine dalam kaliks menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien dipersiapkan untuk pembedahan yaitu untuk mengangkat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak berat dan fungsinya hancur, maka nefraktomi (pengangkatan ginjal).
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi untuk menangani infeksi dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
Untuk mengurangi obstruksi, urine harus dialihkan melalui refrostomi atau tipe diversi. Infeksi ditangani dengan agen antimikroloid karena sisa urine dalam kaliks menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien dipersiapkan untuk pembedahan yaitu untuk mengangkat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak berat dan fungsinya hancur, maka nefraktomi (pengangkatan ginjal).
KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
1.
Pengkajian
Data
No.
Reg :
Tanggal
MRS :
Jam
MRS :
Tanggal pengkajian :
Jam
pengkajian :
Tempat
pengkajian :
a.
Data
Subjektif
1. Biodata
Nama : nama ibu dan suami untuk mengenal,
memanggil, dan
menghindari terjadinya kekeliruan
Umur : untuk mengantisipasi diagnosa, masalah kesehatan,
dan
tindakan yang akan dilakukan.
Agama :untuk mengetahui agama ibu dan sebagai dasar pada
saat
memberikan asuhan yang berkaitan
dengan spiritual.
Pendidikan : untuk mengetahui tyingkat pendidikan ibu pada
saat
memberikan asuhan.
Pekerjaan :
untuk mengetahui kegiatan atau
aktivitas ibu.
Alamat : untuk mengetahui alamat ibu, sewaktu-waktu
bila ada masalah
bisa langsung menghubungi keluarga.
2. Keluhan
Utama
Keluhan yang dirasakan pasien sehubungan dengan penyakitnya. Pada kasus
tuba ovarial abses bisa tanpa keluhan bisa tampak sakit, dari ringan
sampai berat disertai suhu badan naik. Bila ada keluhan, yang dirasakan pasien biasanya :
· Demam
tinggi dengan menggigil.
· Teraba benjolan pada perur bagian bawah
· Nyeri
kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan.
·
Mual dan muntah
3. Riwayat
Perkawinan
Kawin :
Umur kawin :
Lama kawin :
4. Riwayat
Haid
Lama
haid :
Siklus haid :
Banyaknya
:
Disminorhea
:
Keputihan
:
HPHT :
5. Riwayat
Kesehatan yang Lalu
Menentukan adanya penyakit-penyakit yang
pernah dialami sebelumnya tentang penyakit menular, menahun dan menurun seperti
hipertensi, DM, Asma.
6.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui kesehatan ibu sedang
mepderita penyakit menular / menurun
yang dapat mengganggu kesehatannya pada saat ini, seperti TBC, hipertensi,
jantung dan lain-lain.
7. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarganya
ada yang menderita penyakit kronis / menular (TBC, hepatitis, PMS), penyakit
menurun (DM, hipertensi).
8. Riwayat
Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
yang Lalu
·
Kehamilan
Pengkajian berapa kali hamil, mengenai masalah/gangguan saat hamil seperti
hiperemesis, perdarahan pervaginam, pusing hebat, pandangan kabur, dan bengkak
di tangan dan kaki, periksa hamil dimana, berapa kali, mendapat penyuluhan dan
pelayanan apa saja, suntik TT berapa kali.
·
Persalinan
Pengkajian mengenai anak yang lahir hidup, persalinan tepat
waktu/prematur/keguguran, persalinan biasa/dengan alat/operasi, jenis kelahiran
plasenta, riwayat perdarahan lalu.
·
Nifas
Pengkajian mengenai keadaan masa nifas yang lalu, menyusui bayi atau tidak,
berat bayi. Masalah-masalah lain yang ditemui dalam masa nifas seperti adakah perdarahan
yang berlebih, bendungan ASI, mastitis, Ketuban Pecah Dini (berhubungan dengan
adanya infeksi organ genital), demam yang menunjukkan adanya infeksi dalam
tubuh ibu..
9. Riwayat
KB
Untuk mengetahui apakah selama ini, ibu
pernah mengikuti KB / belum sama sekali, berapa lama pemakaian, jika tidak menggunakan apa alasannya, jika drop
out apa alasannya.
10. Pola
Kebiasaan Sehari-hari
a.
Nutrisi
Biasanya ada gangguan dalam pemenuhan nutrisi ada masalah karena ibu merasa mual dan muntah akibat ada
gejala abdomen akut karena terjadi perangsang peritoneum.
b.
Eliminasi
Biasanya ada gangguan BAK dan BAB serta
frekuensinya.
c.
Pola Istirahat
Biasanya ada gangguan dalam pola
istirahatnya karena adanya rasa nyeri.
d.
Aktivitas
Aktifitasnya terganggu sehubungan dengan
nyeri yang dirasakan.
e.
Personal Higiene
Biasanya pola kebersihan tidak mengalami
masalah.
11. Keadaan
Psikologis
Keadaan psikologis ibu biasanya agak terganggu akibat penyakitnya ini. Ibu
khawatir dengan kondisinya saat ini.
12. Latar
Belakang Sosial Budaya
Menentukan bagaimana hubungan dengan
anggota keluarga yang lain dan
menentukan adat / kebiasaan lain.
13. Data
Spiritual
Kebiasaan dalam menjalankan ibadah, dan
apakah ibu beribadah sesuai dengan keyakinan yang dianutnya.
b.
Data
Objektif
1.
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : baik/ lemah
Kesadaran : composmentis/ somnolens/ apatis/ coma.
2.
Tanda-tanda Vital / TTV
TD : 110/70 mmHg-120/80 mmHg (normal)
ND : 70 - 90 x/menit (normal)
RR : 16 - 24 x/menit (normal)
S (axilla) : 36,5'C-37,5'C jika >37,5'C maka kemungkinan dapat
terjadi infeksi
3.
Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi
Muka : pucat
/ tidak, oedem / tidak.
Mata : sklera
kuning / tidak.
Hidung : ada
pernafasan cuping hidung / tidak.
Leher : ada
pembesaran kelenjar tyroid / tidak.
Dada : ada retraksi dinding / tidak.
Abdomen: tampak pembesaran perut abnormal, ada bekas operasi /
tidak.
Ekstremitas: oedem /
tidak, varices / tidak.
b.
Palpasi
Leher : adakah pembesaran kelenjar tyroid /
tidak.
Abdomen : teraba pembesaran perut abnormal disertai nyeri tekan
Ekstremitas : oedem /
tidak.
c.
Auskultasi
Dada :
adakah whezing dan ronchi /
tidak.
4.
Pemeriksaan Penunjang
·
Toucher :
1.
Nyeri kalau portio digoyangkan.
2.
Nyeri kiri dan kanan dari uterus.
3.
Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba
yang sehat tak teraba.
4.
Nyeri pada ovarium karena meradang.
·
Pemeriksaan dan diagnosa
1.
Pemeriksaan laboratorium, lekositosis (60-80 %
dari kasus), peningkatan Leukosit.
2.
Foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda
ileus, dan atau curiga adanya masa di adneksa
3.
Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan
adanya ATO atau adanya masa diadneksa melihat ada tidaknya pembentukan
kantung-kantung pus, dapat untuk evaluasi kemajuan terapi.
4.
Pungsi
Douglas dilakukan bila pada VT : Cavum Douglas teraba menonjol. Pada ATO yang
utuh, mungkin didapatkan cairan akibat reaksi jaringan. Pada ATO yang pecah
atau pada abses yang mengisi cavum Douglas, didapat pus pada lebih 70 % kasus
2.
Identifikasi
Diagnosa dan Masalah
Dx :
Ny "...." dengan
Tuba Ovarial Abces
Ds :
· Demam
tinggi dengan menggigil.
·
Teraba
benjolan pada perut bagian bawah
· Nyeri
di kiri dan atau di kanan perut bagian bawah terutama
kalau ditekan.
·
Mual dan muntah
Do : -
1. Suhu > 37,5 oC
2.
Inspeksi
· Abdomen
: ada pembesaran pada perut bagian
bawah.
3.
Palpasi
· Abdomen
: terdapat massa abnormal pada abdomen dan nyeri tekan pada perut bagian bawah
5. Pemeriksaan
Penunjang
·
Toucher :
1.
Nyeri kalau portio digoyangkan.
2.
Nyeri kiri dan kanan dari uterus.
3.
Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba
yang sehat tak teraba.
4.
Nyeri pada ovarium karena meradang.
·
Pemeriksaan dan diagnosa
a.
Pemeriksaan laboratorium, lekositosis (60-80 % dari
kasus), peningkatan Leukosit.
b.
Foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda
ileus, dan atau curiga adanya masa di adneksa
c.
Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan
adanya ATO atau adanya masa diadneksa melihat ada tidaknya pembentukan
kantung-kantung pus, dapat untuk evaluasi kemajuan terapi.
d.
Pungsi
Douglas dilakukan bila pada VT : Cavum Douglas teraba menonjol. Pada ATO yang
utuh, mungkin didapatkan cairan akibat reaksi jaringan. Pada ATO yang pecah
atau pada abses yang mengisi cavum Douglas, didapat pus pada lebih 70 % kasus
3.
Identifikasi
Diagnosa dan Masaiah Potensial
1. ATO
yang utuh :
Pecah sampai sepsis reinfeksi dikemudian
hari, iteus, infertilitas kehamian ektopik
2. ATO
yang pecah
Syok
spsis, abses intraabdominal, abses subkronik, abses paru / otak
4.
Identifikasi
Kebutuhan Segera
·
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
5.
Intervensi
Dx : Ny "…. " dengan Tuba
Ovarial Abces.
Tujuan : - keadaan pasien menjadi lebih baik
K.
Hasil : - Tidak ditemukan tanda- tanda infeksi pada luka seperi dolor (nyeri), color
(rasa panas pada
area yang terinfeksi), tumor (bengkak pada ara yang luka), rubor (kemerahan),
dan muncul pus (nanah).
- TTV dalam batas
normal (TD : 90/60 – 130/90 mmHg,
nadi : 60-70
x/menit, RR : 16-24 x/menit, suhu :36,5o
C-37,5 oC
- Tidak terjadi komplikasi.
Intervensi
a.
Lakukan informed consent pada ibu dan keluarga.
R/ Dengan informed consent akan
mempermudah dilakukan tindakan.
b.
Observasi TTV dan keadaan umum.
R/ Parameter adanya kelainan.
c.
Beri dukungan moril kepada ibu.
R/ Dengan dukungan moril rasa cemas ibu
akan berkurang.
d.
Anjurkan ibu untuk berdo'a.
R/ Dengan berdo'a mendekatkan diri dengan
Allah.
e.
Lakukan skin test pada ibu.
R/ untuk mengetahui apakah ibu alergi
terhadap obat- obatan tertentu.
f.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian tindakan yaitu laparotomy dan
pengobatan yang lainnya (salah satunya dalam pemberian antibiotik)
R/ pemberian terapi yang tepat akan
memaksimalkan kesembuhan pasien
6.
Implementasi
Mengacu pada intervensi
7.
Evaluasi
Mengacu pada kriteria hasil
DAFTAR PUSTAKA
Effendi hasjim Dr,dkk. 1981. Fisiologa
Dan Patofisiologi Ginjal. Bandung : alumni
Price. Sylvia Anderson. 2005.
Patofisiologi Konsep Klinis Psroses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta :
EGC
Rabbins, Stanley C. Buku Ajar
Patologi II . Jakarta :EGC
Rn. Sweringen. 2000. Keperawatan
Medical Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta
:EGC
0 komentar:
Posting Komentar