I.
Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi
pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan
klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan
masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah
malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang
tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).
II.
Klasifikasi
Untuk kepentingan
praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan
perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar
tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar
dengan edema : kwashiorkor (MEP
berat)
3) Berat badan <60 edema="edema" span="span" standar="standar" tanpa="tanpa"> 60>: marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60 dengan="dengan" edema="edema" span="span" standar="standar"> 60>: marasmik kwashiorkor (MEP
berat)
(Ngastiyah, 1997)
Kwashiorkor adalah
MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada
umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang
rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein
hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein
sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi
karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi
protein.
Marasmus adalah MEP
berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat
terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber
kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat
berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
III. Patofisiologi dan
Masalah Keperawatan yang Mungkin Terjadi
Status sosial ekonomi rendah ----- + ----- Kurang pengetahuan ----- + ----- Sistem dukungan sosial tidak memadai
Defisiensi
Protein Defisiensi
Sumber Kalori
Katabolisme Protein & Lemak ↑
Defisiensi Asam Amino Esensial Hipoproteinemia Defisiensi energi
fisik
(hipoalbiminemia)
Gangguan Sintesis Sel Ggn pola
aktivitas/bermain (cengeng, apatis)
Ggn
pertumbuhan fisik Ggn
perkembangan motorik-mental-sosial
Edema
- ukuran
antropometrik << -
motorik kasar
-
motorik halus Risiko gangguan integritas kulit
-
kognitif dan bahasa
-
sosial
|
Ggn
sintesis sel-sel darah:
-
Anemia gizi
-
Gangguan imunitas seluler Risiko infeksi sistemik ↑
Pencernaan
Pernapasan:
|
←
- gastroenteritis - brokhopneumonia
→ Ggn pola napas/bersihan jalan napas
-
malabsorbsi -
tuberkulosis)
|
-
sonde/infus
IV. Gambaran Klinik dan
Diagnosis
Gambaran
klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat
terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)
Gambaran Klinik Kwashiorkor:
1)
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari
standar)
Tabel 1: Perkiraan Berat Badan
(Kg)
1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2
3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5}
/ 2
(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)
Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan
(Cm)
1. 1 tahun 1,5 x TB lahir
2. 4 tahun 2 x TB lahir
3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun 3 x TB lahir
5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)
2)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
3)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
4)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
5)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah dicabut)
6)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.
7)
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal,
licin dengan batas yang tegas)
8)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
9)
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
10) Pada biopsi hati ditemukan
perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel
mononukleus.
11) Hasil autopsi pasien kwashiorkor
yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ
(degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)
Gambaran Klinik Marasmus:
1)
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
2)
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
3)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit
tinja.
4)
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak
bawah kulit
5)
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
6)
Vena superfisial tampak lebih jelas
7)
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
V.
Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor
1. Riwayat Keperawatan
a.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai,
sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan
gizi.
b.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat
prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah
dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,
baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini
adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan
kalori dalam waktu relatif lama).
c.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian
komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain.
d.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian
komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too
yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan
Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan,
lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin
didapatkan adalah:
1)
Penurunan
ukuran antropometri
2)
Perubahan
rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
3)
Gambaran
wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
4)
Tanda-tanda
gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
5)
Perut
tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare.
6)
Edema
tungkai
7)
Kulit
kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang
sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat
paha)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium,
anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karen
a adanya gangguan sistem
eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan
zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi.
Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan
radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin
dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:
1)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia
dan diare.
2)
Kekurangan
volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat
diare.
3)
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
4)
Risiko
aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi
trakheobronkhial.
5)
Bersihan
jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan
4. Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito,
2000, hal. 645-655).
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien akan menunjukkan
pening-katan status gizi.
Kriteria:
1. Keluarga klien dapat
menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
2. Dengan bantuan perawat,
keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral)
sesuai program dietetik.
|
1. Jelaskan kepada keluarga
tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan
ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
2. Tunjukkan cara pemberian
makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
3. Laksanakan pemberian roborans
sesuai program terapi.
4. Timbang berat badan, ukur
lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
|
1.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan
nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik
yang telah diberikan selama hospitalisasi.
2.
Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
3.
Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit
yang menyertai keadaan malnutrisi.
4.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
2) Kekurangan volume cairan tubuh
b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito,
2000, hal. 411-419).
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien akan menunjukkan keadaan
hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
1. Asupan cairan adekuat sesuai
kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
2. Tidak ada tanda/gejala
dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24
jam dengan konsistensi padat/semi padat).
|
1. Lakukan/observasi pemberian
cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
2. Jelaskan kepada keluarga tentang
upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam
pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
3. Kaji perkembangan keadaan
dehidarasi klien.
4. Hitung balans cairan.
|
1.
Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan
volume cairan.
2.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran
keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
3.
Menilai perkembangan masalah klien.
4.
Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
|
3) Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000,
hal. 448-460).
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien akan mencapai
pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
1.
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
2.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai
standar usia.
|
1. Ajarkan kepada orang tua
tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia
anak.
2. Lakukan pemberian makanan/
minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
3. Lakukan pengukuran
antropo-metrik secara berkala.
4. Lakukan stimulasi tingkat
perkembangan sesuai dengan usia klien.
5. Lakukan rujukan ke lembaga
pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
|
1. Meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Diet khusus untuk pemulihan
malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan
kemampuan toleransi sistem pencernaan.
3. Menilai perkembangan masalah
klien.
4. Stimulasi diperlukan untuk
mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan
personal/sosial.
5. Mempertahankan kesinambungan
program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan
sistem pendukung yang ada.
|
4) Risiko aspirasi b/d pemberian
makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito,
2000, hal. 575-580).
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien tidak mengalami
aspirasi.
Kriteria:
1.
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami
aspirasi.
2.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
|
1. Periksa dan pastikan letak
selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
2. Periksa residu lambung setiap
kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
3. Tinggikan posisi kepala klien
selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
4. Ajarkan/demonstrasikan
tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan
keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
5. Observasi tanda-tanda
aspirasi.
|
1. Merupakan tindakan preventif,
meminimalkan risiko aspirasi.
2. Penting untuk menilai tingkat
kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang
tepat.
3. Mencegah refluks yang dapat
menimbulkan aspirasi.
4. Melibatkan keluarga penting
bagi tindak lanjut perawatan klien.
5. Menilai perkembangan masalah
klien.
|
5) Bersihan jalan napas tak
efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi
saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien akan menunjukkan jalan
napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari
sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi
napas bersih, ronchi tidak ada.
|
1. Lakukan fisioterapi dada dan
suction secara berkala.
2. Lakukan pemberian obat
mukolitik/ekspektorans sesuai program
terapi.
3. Observasi irama, kedalaman dan
bunyi napas.
|
1. Fisioterapi dada meningkatkan
pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi
trakheobronkhial.
2. Mukolitik memecahkan ikatan
mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.
3. Menilai perkembangan maslah
klien.
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada
Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC,
Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar