Pengertian
Meningitis
bakterial adalah suatu keadaan dimana meningens atau selaput dari otak
mengalami inflamasi oleh karena bakteri (Marilynn E. Doenges, 2000;76).
Etiologi dan karakteristik
Infeksi/
keadaan inflamasi dari meningens ini lebih sering disebabkan oleh beberapa
bakteri berikut, antara lain; Haemophilus
Influenzae (tipe B), naisseria
meningitidis (meningococus), dan streptokokus
(Marilynn E. Doenges, 2000;76).
Bakterial
meningitis adalah manifestasi yang muncul akibat adanya bakteri yang melakukan
invasi didalam selaput otak. Invasi bakteri ke otak dapat terjadi secara
langsung maupun tak langsung. Invasi bakteri secara tak langsung dapat berupa
adanya pencetus sebelumnya seperti pneumonia, otitis media, sinusitis dimana
bakteri ikut didalam aliran darah dan mencapai selaput otak serta mengadakan
invasi.
Invasi bakteri
dapat secara langsung misalnya adanya trauma kepala, luka tembus atau adanya
intervensi operasi sehingga bakteri dapat langsung mengenai selaput otak.
Manifestasi klinis
Penyakit
ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi general pada umumnya
seperti demam, mungkin juga didapati adanya sakit kepala yang hebat,
photophobia, kaku kuduk, didapatinya tanda kernig dan tanda brudzinski
Patofisiologi
Sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah oleh :
1.
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3.
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat
yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.
1. Data subyektif
1.
Biodata/Identitas
Biodata
anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata
orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
kepala dan lain-lain. Dimana
kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan
apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya ?
2. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma
kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,
kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak,
KP, OMA dan lain-lain.
2.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu
pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan
( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan
kejang-kejang.
3.
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
4.
Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi
yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan
dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
5.
Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+
25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
6.
Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan
emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya ?
7.
Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana
?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak.
Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh
anak ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya,
jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu
BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau
berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ?
Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur
siang?
2 Data Obyektif
1.
Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan
keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan
suhu.
2.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit
pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi
sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries
gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Bagaimana
keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?
3. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
1.
Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
BUN : Peningkatan
BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari
pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan
elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium
( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium
( N 135 – 144 meq/dl )
2.
Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3.
Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses
desak ruang dan adanya lesi
4.
Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan
UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5.
EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.
6.
CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik
hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
2.3.2 Analisa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.
Tabel.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang
Demam
NO
|
Pengelompokan Data
|
Kemungkinan Penyebab
|
Masalah
|
1
2
3
4
|
- Suhu Tubuh >
t. 36,5 – 37,5 ºC (bayi)
t. 36
- 37,5 ºC(anak)
- Denyut nadi lebih cepat
N 110-120x/menit (bayi)
N 100-110x/menit (1 th )
N
80- 90x/menit (5-12th)
- Adanya riwayat kejang
demam
- Kulit teraba panas
- Frekwensi pernafasan me-
ningkat
R.R 30-40x/menit (bayi)
R.R 24-28x/menit (anak )
- Capek
- Kelelahan
- Nyeri otot
- Penurunan kesadaran
- Riwayat kejang demam
- Hasil laboratorium glukosa
darah abnormal (< 80 gr)
- Elektrolit abnormal
Na :
N 135 –144 meq/dl
K
: N 3,80-5,00 meq/dl
- Suhu tubuh abnormal
> 37,5º C
- Kulit terasa panas
- Denyut nadi meningkat
- Riwayat infeksi
pernafa-san atas, ostitis media akut, pneumonia, saluran kencing, pencernaan.
- Anak gelisah dan tidur
terganggu
- Keluarga sering bertanya
tentang penyakit anaknya, pengobatan dan perawatannya
|
Hipertemia
↓
Gangguan metabolisme otak
↓
Perubahan keseimbangan dan sel netron
↓
Difusi ion kalium dan
natrium
↓
Lepas muatan listrik
↓
Kejang
(M.E. Sumijati, 2000;103)
Kejang
↓
Berkurangnya koordinasi otot
↓
trauma fisik
(ME. Sumijati, 2000;103)
Kuman penyakit
↓
infeksi
↓
Thermoregulasi
(Hipothalamus)
tak efektif
↓
hipertermi
Kurangnya
atau keterbatasan informasi
↓
sering bertanya
(Ngastiyah, 1997:230)
|
Resiko ke-jang berulang
Resiko trauma fisik
Gangguan rasa nyaman
Kurangnya pengetahuan
keluarga
|
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.
Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan
hiperthermi.
2.
Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot
3.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi
yang ditandai :
1.
Suhu meningkat
2.
Anak tampak rewel
4.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang
penyakit anaknya.
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan
awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa
yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah
pada kegiatan keperawatan.
1.
Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi kejang ulang
berhubungan dengan hipertermi.
Tujuan : Klien tidak
mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil :
1.
Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2.
Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3.
Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110
x/menit (anak)
4.
Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
5.
Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1.
Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat.
Rasional : proses
konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2.
Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3.
Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh
meningkat.
4.
Observasi kejang
dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan
yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5.
Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan panas.
6.
Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan
panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
3.
Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi trauma fisik
berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1.
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2.
Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas
kejang.
3.
Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika
terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1.
Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan
tempat tidur yang rendah.
Rasional :
meminimalkan injuri saat kejang
2.
Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3.
Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional :
menurunkan resiko trauma pada mulut.
4.
Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan
resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
5.
Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang
terganggu.
6.
Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi
secara dini keadaan yang abnormal
4.
Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu
tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28
x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui
penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat
menghambat penurunan suhu tubuh.
2.
Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan
tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang
selanjutnya.
3.
Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu
tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4.
Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada
kepala / ketiak .
Rasional : proses
konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5.
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari
kain katun
Rasional : proses
hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap
keringat.
6.
Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan
udara bersih.
7.
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
Rasional : Kebutuhan
cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8.
Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas
meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
5.
Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan
keluarga sehubungan keterbataaan informasi.
Tujuan : Pengetahuan
keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1.
Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2.
Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses
keperawatan.
3.
keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui
sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang
didapat.
2.
Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang demam
Rasional : penjelasan
tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3.
Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
Rasional : agar
keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4.
Berikan Health Education tentang cara menolong anak
kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
1.
Jangan panik saat kejang
2.
Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3.
Kepala dimiringkan.
4.
Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang
basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5.
Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera
minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6.
Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin
dan beri banyak minum
7.
Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5.
Berikan Health Education agar selalu sedia obat
penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah
peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6.
Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit
menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7.
Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan
imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi
pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam
ii.
Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan
merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (
Santosa. NI, 1989;162 )
iii.
Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
LAPORAN KASUS
A.
Pengkajian
Pengkajian
dilakukan oleh Arif Muttaqin pada tanggal 14 April 2003 jam 11.00 WIB.
1.
Biodata/Identifitas
Nama anak : An “L”
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10261115
Lahir : Normal
(Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya ,
3 Januari 2003
Diagnosa Medis : Meningtis
Tanggal MRS : 13 April 2003 jam 23.30 WIB
Nama Ibu : Ny. “H”
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
Nama Ayah : Tn. “B”
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
2.
Riwayat Penyakit Sekarang
1.
Keluhan utama : Kejang
2.
Perjalanan penyakit sekarang
Tanggal 7-9-2001
jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu diberi obat penurun panas (Sirup Salmol) 1
kali dan dikompres, disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun. Muntah
sebanyak 2 kali yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok makan
dengan berisi makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali,
lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat kejang
adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki kaku
(ekstensi). Setelah kejang terjadi anak langsung menangis. Batuk tidak
mengeluarkan dahak, suara grok-grok, konsistensi pilek agak kental, jernih, dan
keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.
3.
Penyakit Riwayat Dahulu
Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami
kejang, epilepsi, trauma kepala, radang selaput otak, ostitis media akut.
Penyakit yang pernah diderita anak yaitu panas, batuk, pilek tetapi jarang
terjadi.
4.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Prenatal : selama
hamil sehat tidak ada kelainan seperti pendarahan dan sakit panas, Ibu hanya
minum obat yang diberikan bidan. Ibu tidak minum jamu.
2. Natal : melahirkan
usia kehamilan 9 bulan, spontan, tidak ada kelainan, anak langsung menangis
keras, BB : 3300 gr PB : 48cm.
3. Post Natal : bayi sehat, menetek kuat, tidak ada kelainan,
tali pusat lepas hari ke 7.
4.
Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bahwa imunisasi anaknya sudah lengkap.
Reaksi setelah mendapat imunisasi DPT anak panas
tetapi tidak kejang, sembuh dengan meminum obat yang diberikan petugas
kesehatan.
5.
Riwayat Perkembangan Anak
1.
Riwayat personal sosial :
Anak mudah beradaptasi dengan lingkungan di
sekitarnya. Anak masih ngompol dan belum bisa memberi tahu orang tua bila ingin
BAK/BAB.
2.
Gerakan motorik kasar : anak sudah bisa berjalan,
mendorong, dan menarik kursi, dapat mengerjakan perintah secara sederhana.
3.
Gerakan motorik halus : anak bisa memegang pensil dan
mencoret-coret.
4.
Bahasa : anak sudah bisa bicara beberapa kata,
misalnya : mama, papa, memanggil kakaknya (Iza), dan memanggil binatang
peliharaan (anjing), minum, dll.
Kesimpulan : Tidak ada kelainan dalam perkembangan.
6.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : tidak ada keluarga yang
menderita penyakit epilepsi, kelainan syaraf, penyakit menular ataupun menurun
dari ayah.
Ibu : ibu menderita
hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita penyakit diabetes mellitus sejak
tahun 1992, dari keluarga ibu tidak ada yang menderita kelainan syaraf,
epilepsi.
Anak : kakaknya menderita sakit
batuk dan pilek selama satu minggu
7.
Riwayat Sosial
1.
Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu
ataupun orang lain.
2.
Hubungan dengan anggota keluarga baik: anak sangat
dekat dan manja dengan ibunya. Biasanya anak bermain bersama kakak apabila
ditinggal ibu memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kakaknya berusia 9
tahun, sudah kelas 4 SD.
3.
Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak
bermain di rumah bersama ibunya. Kadang-kadang anak bermain dengan teman
sebayanya yang dekat dengan rumahnya.
4.
Pembawaan secara umum
Anak tampak gelisah dan rewel, kadang-kadang menangis
minta digendong, anak sangat manja kepada ibunya.
Pola Kebiasaan dan Fungsi
1.
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Sebelum sakit : mandi 2
kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti celana setiap ngompol, baju ganti tiap
pagi dan sore.
Setelah sakit : mandi 2
kali/hari, tidak pernah keramas, ganti baju
tiap pagi dan sore dan celana ganti tiap ngompol.
Keluarga sangat khawatir saat anaknya kejang karena
selama ini tidak ada keluarga yang kejang. Keluarga tidak tahu cara pencegahan
dan pertolongan kejang. Kalau anak sakit biasanya dibawa ke dokter atau rumah
sakit bila setelah diberi obat paracetamol atau bodrexin tidak sembuh. Anak
bila sakit rewel, sering minta digendong. Anak tampak takut bila ada petugas
kesehatan yang akan melakukan perawatan/ tindakan medik.
2.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit : makan 3-4
kali/hari, dengan porsi satu mangkuk kecil habis, tidak ada pantangan dalam
makanan, komposisinya nasi tim dan lauknya bervariasi tiap hari yaitu tahu, tempe , ikan laut, telur
dan daging kadang-kadang dengan ukuran 1 satu porsi sebesar korek api. Sayurnya
seperti bayam, sup, soto, dan lain-lain.
Minum
: air putih ± 3 – 5 gelas (ukuran 100 cc), anak masih menetek.
Selama sakit : sehari
makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan rumah sakit dimakan separuh.
Komposisinya nasi tim, lauk, sayur, dan buah. Anak lebih sering menetek. Minum
air putih ± 4 – 6 kali/100 cc, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok lalu
dimuntahkan.
3.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAK ± 4 –
5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB lancar setiap pagi hari,
konsistensi lembek, warna kuning.
Selama sakit : BAK ± 4 –
5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB setiap hari, konsistensi
lembek, warna kuning.
4.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Bermain
bersama kakaknya ± 4 – 5 jam sehari, waktu terbanyak bersama ibu. Bersama ayah
kadang–kadang, antara 3 – 4 jam. Biasanya anak juga bermain sendiri sambil
melihat TV atau mendengarkan musik sambil menari.
Selama sakit : aktivitas
anak menjadi menurun karena terpasang infus di tangan kiri, anak sering minta
digendong ibu.
5.
Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : tidur
malam antara jam 20.00 – 05.00 WIB, siang tidur antara jam 12.00 – 15.00 WIB,
terbangun bila ngompol.
Selama sakit : pada
siang hari tidurnya sulit ± ½ - 1 jam, tidurnya sering terbangun dan rewel
minta digendong. Pada malam hari tidurnya jam 01.00 – 04.00 WIB, anak rewel dan
tidurnya sering terjaga.
Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tekanan darah : -
Nadi
: 132 kali/menit
Respirasi : 30
kali/menit
Suhu : 38,2 ºC
4. BB / TB : 9 kg / 77 cm
Status
gizi : 2n + 8
2(1,5) + 8 = 11 kg
9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)
Pemeriksaan Fisik Umum
1. Kepala
Tak
ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali, lingkar kepala 46 cm, ubun
– ubun besar menutup, bentuk kepala normal.
2. Rambut
Warna
pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup, tidak terdapat
kutu.
3. Muka / wajah
Tidak
ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah tidak tampak
pucat.
4. Mata
Ketajaman
penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis atau miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis,
pergerakan normal, tak ada strabismus.
5. Hidung
Bentuk normal,
tidak terdapat epistaksis,
nampak keluar sekret berwarna kental
dan jumlahnya sedikit,
tidak ada polip,
tidak ada pernapasan cuping
hidung.
6. Telinga
Simetris
kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.
7. Mulut
Simetris,
tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies, lidah bersih, tidak
terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak kering dan pecah-pecah
8. Tenggorokan
Tonsil
tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring tampak kemerahan, tak
ada eksudat.
9. Leher
Tak
ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada pembesaran vena jugularis,
tak ada pembesaran kelenjar getah bening.
10. Dada / Thorax
Lingkar
dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal, tidak terdapat
ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya teratur.
11. Jantung
Detak
jantung normal dan frekwensinya teratur
12. Abdomen
Turgor
kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar normal, tidak teraba
benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.
13. Kulit
Kebersihan
kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedem, kulit teraba panas.
14. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas: tak ada oedem, pergerakan normal, pada tangan
kiri terpasang infus sejak 8
september 2001 , tak ada tanda – tanda flebitis, akral hangat, lila
= 14 cm.
Ekstrimitas bawah: tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.
15. Genetalia
Vulva : kebersihan
cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada oedema maupun iritasi.
Anus : kebersihan
cukup, haemorroid tidak tampak.
Pemeriksaan Penunjang
Data Laboratorium
Laboratorium 8 – 9 2001 jam
03.30
Pemeriksaan darah
HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)
Leukosyt : 19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)
Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)
PCV : 0,35
(P 0,38 – 0,42)
Glukosa darah acak : 288
mq/dl (< 200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)
Natrium = 133 meq/L (135 -
144)
LP (lumbal pungsi) : Keluarga
menolak walaupun sudah
diberikan penjelasan tujuan dan
prosedurnya.
Data Lain
Therapi yang diberikan :
Paracetamol 3x100 mg P.O
Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)
Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.
2. Analisa dan Sintesa Data
Tabel Analisa dan Sintesa Data
No
|
Pengelompokan data
|
Kemungkinan Penyebab
|
Diagnosa/masalah
|
1
|
Tanggal
jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan bahwa
anaknya masih panas dan rewel minta menetek terus, sebelumnya anak tidak
pernah sakit kejang.
O : keadaan composmentis
Tanda vital :
S : 38,2oC
N : 132x/mnt
RR : 30x/mnt
Kulit terasa panas, akral hangat, anak tampak rewel dan sedang
menetek. Bibir tampak kering dan pecah-pecah , turgor kulit cukup.
Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 12 gr %
(N : 11,4-15,1)
Leucocyt : 9x109/L
(N : 4,3-11,3)
Trombocyt : 173x109/L
(N : 150-350)
PCV : 0,35
(N : 0,38-0,42)
Glukosa darah acak :
288 mq/dl
(N kurang dari 200)
Elektrolit :
- Kalium : 3,6
meq/L (N : 3,8-5)
- Natrium : 133 meq/L (N : 135-144)
|
Hipertermia
¯
gangguan metabolisme otak
¯
Perubahan keseimbangan dari
sel neuron
¯
difusi ion kalium dan
natrium
¯
Lepas muatan listrik
¯
kejang
|
Potensial kejang ulang
|
2
|
Tanggal
jam 11.00 WIB
S
: Ibu mengatakan porsi dari rumah sakit dihabiskan separuh, pasi (SGM 2) baru
diberikan 2 sendok, lalu dimuntahkan, anak sering menetek, dan minum air
putih + 4 - 6x/100cc
O
: turgor kulit cukup, wajah dan telapak tangan tidak pucat. Konjungtiva tidak
anemis.
BB : 9 kg (N : 11 kg)
Status gizi kurang
Lila : 14 cm
|
Proses penyakit
(faringitis)
¯
kesulitan dalam menelan
¯
asupan nutrisi berkurang
|
Gangguan pemenuhan nutrisi
|
3
|
Tanggal
S
. Ibu bertanya mengapa bisa terjadi kejang padahal sebelumnya anak tidak
pernah kejang dan panasnya belum turun setelah diberi obat penurun panas.
O
: Ibu tampak khawatir dengan keadaan anaknya. Ibu sering bertanya tentang
keadan anaknya dan setiap tindakan yang akan dilakukan.
|
Kurangnya atau keterbatasan
informasi
¯
sering bertanya
|
Kurangnya pengetahuan
|
3. Diagnosa Keperawatan
Dari analisa dan sintesa data di atas maka dapat diambil diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
1.
Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hiperthermi
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri
saat menelan yang ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari
normal, anak tidak mau PASI.
3.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
informasi yang ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit
anaknya.
3.4 Perencanaan
Tabel 3.1 Perencanaan Pada Kasus Kejang Demam
No.
|
Rencana
|
Rasional
|
1
2
|
Tanggal
|
1.
Proses konveksi akan terhaalang oleh pakaian ketat dan tidak
menyerap keringat
2.
Perpindahan panas secara konduksi
3.
Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh semakin meningkat
4.
Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya
5.
Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme sehingga meningkatkan
suhu tubuh
6.
Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
7.
Menjaga kebersihan dan kelembaban bibir
1.
Dengan pemberian penjelasan keluarga diharapkan mengerti, dan
dapat mendukung program perawatan yang diberikan
2.
Untuk mengurangi nyeri saat menelan dan untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi
3.
Sebagai fungsi dependen perawat/bidan dengan ahli lain.
4.
Mengetahui keseimbangan jumlah nutrisi tubuh.
5.
deteksi perubahan BB sebagai evaluasi pemberian diit
|
3
|
Tanggal
|
1.
Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
kebenaran informasi yang didapat
2.
Agar keluarga dapat menerima informasi dengan mudah dan tepat
sehingga tidak timbul kesalahpahaman sehingga keluarga lebih kooperatif
3.
Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri
dalam mengatasi masalah kesehatan
4.
Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
5.
Sebagai upaya preventif serangan kejang ulang
6.
Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat
menyebabkan kejang ulang
|
|
|
|
Pelaksanaan
|
||
Tanggal
|
Diagnosa : potensial terjadi kejang ulang
berhubungan dengan hiperthermi
1.
Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat
2.
Memberikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3.
Memberikan ekstra cairan :
infus : D5 ¼S . 500 cc/24
jam,ASI
minum pasi : anak menolak
(dimuntahkan)
4.
Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
N : 132x/mnt RR : 30x/mnt
Taxila : 38,2oC
5.
Membatasi aktivitas selama anak panas. Terapi : bed rest
6.
Memberikan antipiretika dan pengobatan sesuai advise :
Terapi :
-
Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
-
Ampicillin 3x300 mgIV
-
Paracetamol 3x100 mg (per oral)
7.
Memberikan health education kepada keluarga tentang personal
hygiene : membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari, dan mengolesi
bibir dengan madu
Diagnosa/masalah :
ganggguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
1.
Memberikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan
pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya
2.
Memberikan health education kepada keluarga tentang :
-
Berikan makanan kepada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya
sering
-
Berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap
3.
Melakukan kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit.
TKTP : 900 kalori, 20 gr
protein
PASI : 6 x 100 cc/24 jam
4.
Mengobservasi intake dan output.
PASI : diberi 2-3 sendok
lalu dimuntahkan
5.
Melakukan penimbangan BB tiap hari
BB : 9 kg
|
||||
Tanggal
Jam 11.55 WIB
Jam 12.00 WIB
Jam 12.05 WIB
Jam 12.10 WIB
Jam 12.15 WIB
Jam 12.20 WIB
|
Masalah : Kurangnya
pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan
informasi.
1. Mengkaji tingkat
pengetahuan keluarga.
2. Memberikan penjelasan
tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan
dilakukan
3. Memberikan health
education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak di tempat
rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang batang sendok di
mulut yang telah dibungkus kain bersih.
5. Setelah kejang berhenti
dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi, lakukan
kompres dingin dan beri minum banyak.
7. Segera bawa ke RS bila
anak kejang.
4. Memberikan health
education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan advis) bila
anak panas, segera bawa ke RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya.
5. Jika anak sembuh, jaga
agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit
menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
6. Memberitahukan
keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya
pernah mendapat kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan
pertusis, hanya DT saja.
|
3.6
Evaluasi dan Catatatan Perkembangan
1.
Diagnosa / masalah : potensial terjadi kejang berulang
berhubungan dengan hiperthermi
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001
jam 09.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami
kejang ulang dan badannya masih panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan
bibir anaknya dan mengolesi dengan madu.
O : Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas
akral hangat, turgor kulit baik, anak tampak rewel, kelembaban bibir cukup,
bibir tampak bersih.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt
A : Tujuan belum berhasil
P : Rencana dipertahankan
1.
Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat
2.
Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3.
Berikan ekstra cairan
Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam,
ASI, PASI : 6 x 100cc
4.
Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
5.
Batasi aktivitas selama anak panas
6.
Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.
Terapi
: Valium 2,7 mgIV
(bila kejang)
Ampicilin 3 x 300 mgIV
Paracetamol 3 x 100 mg per
oral
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami
kejang ulang, badannya tidak panas lagi, anak tidak rewel dan bisa tidur
nyenyak, anak kembali ceria lagi.
O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba
panas, turgor kulit baik anak tampak ceria, infus dilepas sejak jam 09.00 WIB
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
2.
Diagnosa / masalah : gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan nyeri saat menelan
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 10.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi makan yang disediakan
dimakan separuh, anak mau minum PASI ± 2 - 3 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor kulit baik, akral tidak pucat, konjungtiva tidak anemi, PASI
yang diberikan diminum ± 2 – 3 x 100cc
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap
hari
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.10 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah,
porsi makan yang disediakan habis,, PASI
yang diberikan diminum 5 – 6 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor lebih baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria
kembali
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap
hari
Catatan Perkembangan
Tanggal 11-9-2001 jam 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah,
porsi makan yang disediakan habis PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.
O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak
pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria dan bisa
diajak bercanda
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana hari ini pulang
3.
Diagnosa / masalah : kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
Evaluasi
Tanggal 8-9-2001
jam 12.30 WIB
S : Ibu
mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya dan cara pencegahannya.
O : Ibu /
keluarga dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan
Keluarga mau dan mampu diikutsertakan dalam proses perawatan,
Keluarga tidak sering bertanya lagi tentang penyakit anaknya,
Keluarga mentaati setiap proses perawatan
A : Tujuan
berhasil
P : Rencana
dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Ngastiyah, 1997, Perawatan
Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh
Kembang Anak, EGC, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar