BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus
merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL).
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi
cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.
Perawatan
Ikterus berbeda diantara negara
tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini,
kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksis (misal; luminal) pada ibu dan bayi,
fototherapi dan transfusi pengganti.
Asuhan
keperawatan pada klien selama post partum yang relatif singkat, sehingga klien
dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat
rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan
perawatan di rumah.
Perawat
sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan
asuhan keperawatan secara paripurna.
Untuk itu dalam penulisan makalah ini
mempunyai maksud :
1. Agar perawat memiliki
intelektual dan mampu menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan
dengan perawatan klien dan keluarga dengan bayi
Ikterus (Hiperilirubinemia),
2. Agar Perawat mampu
mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di
Rumah Sakit dan perawatan lanjutan di rumah.
Adapun
dalam pembahasannya akan menguraikan
bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan bayi
Hyperbilirubinemia yang
mendapat Fototherapi.
BAB II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
A.
Batasan-Batasan
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus
pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hanifa, 1987):
·
Timbul pada hari kedua-ketiga
·
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
·
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
·
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus
Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah
suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar
Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan.
Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV.
B. Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya
1. Ikterus yang timbul pada 24
jam pertama
·
Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh
:
·
Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
·
Infeksiintra uterine
·
Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2. Ikterus yang timbul 24-72
jam sesudah lahir
·
Biasanya ikterus fisiologis
·
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
·
Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
·
Policitemia
·
Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan
hepar, sub capsula dll)
3. Iktersua yang timbul sesudah
72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama
·
Sepsis
·
Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
·
Pegaruh obat-obatan
·
Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert
4. Ikterus yang timbul pada
akhir minggu pertama dan selanjutnya
·
Ikterus obtruktive
·
Hipotiroidisme
·
Breast milk jaundice
·
Infeksi
·
Hepatitis neonatal
·
Galaktosemia
C. Metabolisme
Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin
(merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di
dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis
dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin
tidak mencapai tingkat patologis.
D.
Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik
dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin
Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
E. Etiologi
- Peningkatan produksi :
·
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan
anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
·
Pendarahan tertutup misalnya
pada trauma kelahiran.
·
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia
atau Asidosis .
·
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
·
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
·
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
·
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
- Gangguan transportasi
akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
- Gangguan fungsi Hati
yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak
sel hati dan darah merah seperti
Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
- Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada
Ileus Obstruktif
F. Penata
Laksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi
Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum
Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar
Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar
Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi
dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 :
16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat
pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi
saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih
besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek
lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr
/ dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat
lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi
Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti
digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah
merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
2. Menghilangkan sel darah
merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum
Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas
Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah
golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam
kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan
enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
DAFTAR PUSTAKA
1.
H. Markum : ” Ilmu Kesehatan Anak”. Buku I,
Jakarta, FKUI, 1991.
2.
Bobak, J. : ”Materity and Gynecologic Care”,
Precenton, 1985.
3.
Cloherty, P. John : ”Manual of Neonatal Care”,
USA, 1981.
4.
Sally B. Olds, et all : ”Maternal
New Born Nursing”, Edisi ke III, USA, 1994.
5.
Jack A. Pritchard dkk : ”Obstetri Williams”,
Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991
6.
Marlene Mayers, et. al. : ”Clinical Care Planes Pediatric
Nursing”, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.
7.
Mary Fran Hazinki : ”Nursing Care of Critically Ill
Child”, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984.
8.
Susan R. J. et. al. : ”Child Health Nursing”,
California, 1988.
9.
Donna L. Wong: “Nursing
Care of Infants and Children”, Edisi V,
Toronto, The Mosby Compani CV, 1995
10. Prawirohadjo
Sarwono : “Ilmu Kebidanan”, Edisi ke
III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992
0 komentar:
Posting Komentar